Ch 1113 - Impartial

Novel: The Steward Demonic Emperor

Zhuo Fan! Di mana kau, Zhuo Fan!?


Di tepi Laut Utara yang luluh lantak oleh pertempuran brutal dan berdarah, para murid Sea Bright Sect yang masih hidup sibuk memperbaiki kerusakan parah di sekeliling mereka. Hanya beberapa orang yang berjalan menyusuri garis pantai, berteriak dan memohon dengan air mata berlinang, mencari satu sosok yang tak kunjung muncul.


Luo Yunchang bersama Shuang’er dan yang lain menyisir pantai itu dengan pandangan suram, hanya demi satu orang yang hilang.


Luo Yunhai berjalan di samping mereka, menatap hamparan laut yang luas dengan helaan napas berat.

Kak Zhuo… akhirnya kami tahu kau masih hidup, tapi sekarang kau berada di mana?


“Orang mati seperti dia itu selalu saja muncul entah dari mana, lalu menghilang lagi begitu saja beberapa saat kemudian. Singgah sebentar pun tidak. Kami tahu kau sibuk, tapi setidaknya kirim kabar sesekali. Jangan terus-terusan bikin kami cemas dan hancur hati begini.”


Luo Yunchang mengusap air matanya sambil mengomel.


Para saudari di sampingnya segera menenangkannya, menyodorkan sapu tangan. Luo Yunhai menggeleng pelan.

“Kakak, jangan terlalu sedih. Kak Zhuo itu punya keberuntungan besar. Aku yakin kali ini pun sama.”


“Itu cuma berlaku buat orang baik. Mana ada orang sekejam dia dapat berkah keberuntungan.”


Seseorang menyahut dari kejauhan.


Mereka semua menoleh marah pada seorang gadis anggun dan berwibawa, sosoknya tinggi semampai. Tatapannya selalu tertuju jauh ke permukaan laut yang luas, dingin dan penuh duka. Tapi kata-katanya yang menusuk jelas sedang menginjak hati orang.


Luo Yunchang memelototinya.

Memangnya Zhuo Fan pernah apa sama kamu? Kenapa kamu mengutuk dia begitu, padahal kita bahkan belum tahu dia hidup atau mati!?


“Nasibnya bukan misteri, kalau dia sudah mati.”


Gadis itu menghela napas.

“Semua orang tahu betapa kuatnya sea demon. Informasi yang kami miliki juga bilang, saat sea demon menarik diri, hanya rombongan Invincible Sword yang keluar hidup-hidup. Iblis itu jelas sudah remuk di bawah cakar sea demon. Dosanya besar, tapi demi menghormati yang sudah tiada, aku berhenti sampai di sini. Aku hanya berharap tak ada yang mengikuti jejaknya, menapaki jalan penuh darah dan kejahatan seperti dia.”


“Eh, maksudmu apa, hah?”


“Senior Sister Xue, Kak Zhuo sudah tidak ada. Minimal tunjukkan sedikit rasa hormat dong.”


Luo Yunchang meledak, tangannya berkibar-kibar.


Gadis lain buru-buru maju untuk menengahi.

“Kenapa kalian bertengkar? Bukankah kita kemari untuk mencari orang yang hilang? Kak Murong dan ayahku juga belum ditemukan!”


Seorang pria berjalan tergesa-gesa menghampiri mereka sambil berseru,

“Sister Xue, Yan’er, aku nggak menemukan ayah ataupun yang lain. Bagaimana di pihak kalian?”


Ketiganya juga berada di sini untuk mencari korban selamat di reruntuhan.


Murong Xue tak menggubris mereka, justru melanjutkan pencariannya.

“Baik dan jahat selalu berada di sisi yang berlawanan. Iblis itu sudah tiada, tapi seluruh dunia tahu dosa-dosanya. Kalian boleh saja menolak mendengarkan kebenaran, tapi apa kalian pikir bisa menghentikan mulut semua orang?”


“Tunggu dulu!”


Luo Yunhai mengangkat tangan, menghentikan kakaknya. Tatapannya berkilat. Ia maju, berdiri di hadapan Murong Xue dan menatap lurus ke mata gadis itu.

“Nona, jangan menilai sebelum memahami. Zhuo Fan adalah kakak angkatku dan steward klan Luo. Sebagai adik sekaligus Clan Head, aku tidak bisa diam saat kau seenaknya memfitnahnya. Kau menyebut Kak Zhuo iblis penuh dosa. Atas dasar apa?”


“Jadi kau adik kecilnya? Kalau begitu, aku juga adiknya.”


“Urutan jangan sok dipotong.”


Ouyang Changqing tiba-tiba menyelip di antara mereka dengan senyum menjilat, tapi Murong Xue hanya melirik tajam dan mengabaikannya. Ia kembali menatap Luo Yunhai.


“Aku tidak bergosip di belakang orang, apalagi menghina yang telah tiada. Jahat ya tetap jahat. Karena kau ingin tahu kejahatan-kejahatannya, aku akan jelaskan satu per satu.”


Murong Xue pun menceritakan perjalanan dan pengalamannya di central area.


Saat ia selesai, Luo Yunhai tersenyum mengejek.

“Central area adalah musuh kami. Kak Zhuo dikepung dari segala penjuru. Entah dia menyerang atau bertahan, itu semua haknya di medan perang. Kau menyebut itu dosa? Kalau begitu, dari para pemimpin empat wilayah ini, termasuk klan Murong, siapa yang benar-benar tidak berdosa?”


“Dia menyeret begitu banyak orang tak bersalah dari sebuah kelompok dagang…”


“Mereka yang menempel pada kekuatan besar harus siap tenggelam bersama.”


“Tapi begitu banyak nyawa melayang sia-sia…”


“Di matamu mereka hanya nyawa. Di mataku, itu keadilan.”


Luo Yunhai membalas, tajam.

“Kau menyebut mereka tak bersalah, tapi mereka juga ikut menikmati kekuasaan dan keuntungan dari sistem yang busuk. Apa tangan mereka benar-benar bersih? Kalau tidak, mereka bukan ‘tak berdosa’. Bahkan bisa dibilang mereka hanya menerima balasan yang pantas. Apa yang perlu disesali?”


Murong Xue mengernyit, tetap tak mau mundur.

“Meskipun mereka pendosa, tidak semua layak mati. Tapi begitu banyak orang yang dibantai…”


“Dan siapa kamu sampai berhak memutuskan siapa yang pantas hidup atau mati? Atas dasar apa kamu menilai dosa mereka? Kak Zhuo pernah berkata: korupsi akan melahirkan korupsi. Mungkin mereka hanya pernah ‘mencuri jarum’, tapi sebab-akibat dunia tak sesederhana itu. Apalagi kelompok dagang besar—tangan mereka pasti penuh darah. Kak Zhuo hanya melakukan apa yang langit enggan lakukan, bertindak menggantikan langit.”


“Dia bukan langit. Siapa dia sampai menentukan vonis atas nama langit dan mengorbankan begitu banyak orang?”


“Dan kamu juga bukan. Lalu atas dasar apa kamu seenaknya menempelkan label ‘iblis’ padanya dan mengklaim dirimu ‘righteous’?”


Luo Yunhai terus menekannya tanpa memberi celah, membuat Murong Xue tak bisa langsung membalas.


Zhuge Changfeng terkekeh pelan di belakang.


[Kemampuan politik Clan Head semakin matang.]


Ia maju selangkah, ikut bicara,

“Nona, dulu aku adalah seorang Perdana Menteri. Aku bisa bersaksi, di kalangan pejabat dan pedagang, tak terhitung nyawa yang mereka injak demi kekuasaan dan keuntungan. Klan Murong memang klan righteous, dan dari sudut pandang nona, yang tampak hanya ribuan korban. Tapi nona tak melihat akar masalahnya.


Terus terang, sebagai mantan lawan dan sekarang rekan satu pihak, aku bisa menjamin satu hal:


Steward Zhuo itu… adil.


“Adil?”


Murong Xue menertawakan kata itu dengan getir, menunjuk ke arah tumpukan mayat.

“Kau menyebut adil, padahal dia menyusun rencana yang membuat begitu banyak orang mati bersamanya?”


Luo Yunhai menatap dingin ke arah lautan tubuh tak bernyawa itu.

“Komandan Tuoba!”


“Ada!”


Tuoba Tieshan maju dan berdiri tegak di sisi Luo Yunhai.


“Komandan Tuoba, katakan pada nona ini, dulu hubungan kita apa?”


“Musuh!”


“Dan Zhuo Fan?”


“Musuh!”


“Kalian pernah bentrok di medan perang? Bagaimana hasilnya?”


“Dalam perang besar Tianyu, aku kalah telak. Pasukanku hancur, para perwiraku gugur, jumlah korban tak terhitung. Karier militersku tamat di sana.”


“Apakah kau membencinya?”


“Benci? Untuk apa?”


Tuoba Tieshan tertawa pendek, lalu suaranya menggema lantang,


“Seorang prajurit yang turun ke medan perang tahu risikonya. Kekalahan adalah tanggung jawab sendiri. Kebencian hanya milik orang pengecut. Benci tidak akan mengalahkan musuh. Aku kalah dari Zhuo Fan, dan satu-satunya yang kurasakan hanyalah rasa hormat. Yang kupikirkan hanyalah satu hal: suatu hari nanti, aku ingin menghadapinya lagi.


Luo Yunhai mengangguk puas, lalu kembali menatap Murong Xue.

“Sekarang kamu mengerti?


Di medan perang, tempat pertikaian paling brutal, yang dihitung hanyalah menang atau kalah, bukan jumlah korban. Begitu kau melangkah masuk perang, kau harus siap mati. Tidak ada ‘baik’ dan ‘jahat’—yang ada hanya kuat dan lemah.


Dalam perang ini, empat wilayah menang atas central area. Tak peduli berapa banyak korban, kami menang. Itu keadilan versi Kak Zhuo. Tak seorang pun berhak menyebutnya iblis berdosa!”


“Kalau menurutmu perang itu jahat, biar kujelaskan perbedaannya.”


Luo Yunhai melambaikan tangannya. Sebuah peta muncul di hadapan Murong Xue.


“Karena rencana Kak Zhuo, pertempuran besar hanya berpusat di northern lands. Tiga wilayah lainnya relatif aman.


Meski pasukan musuh memasuki tiga wilayah itu, menurut strategi Kak Zhuo mereka selalu bergerak, tidak sempat bercokol dan merusak rakyat jelata. Dampaknya terhadap warga sipil sangat minim.


Kamu pemimpin dari southern lands. Pulanglah dan lihat sendiri: apakah ada satu pun rumput yang tercabut?


Dan meski perang berlangsung di wilayah utara, kami membangun lini pertahanan di depan, menahan mereka agar tak selangkah pun menembus ke dalam. Di belakang, pasukan lain menyerang Invincible Sword. Di celah itu, tak satu pun warga sipil yang terseret.


Saat perang usai, mereka tetap hidup seperti biasa. Kak Zhuo menyusun strategi—tapi tak ada rakyat biasa yang dikorbankan. Inilah yang disebut adil.


Alis Murong Xue bergetar. Suaranya melemah.

“Tapi, kalau bukan karena rencananya, meski kita kalah, bukankah korban jiwa tak akan sebanyak ini?”


“Miss Murong, kamu dengar tidak tadi?”


Luo Yunhai menatapnya dengan tatapan menusuk.

“Kak Zhuo hanya mengorbankan mereka yang memang ikut dalam perang, bukan rakyat biasa.


Lugasnya begini: perang antara empat wilayah dan central area hanyalah pertarungan kepentingan antar para penguasa dan pemegang sumber daya. Mereka yang mati adalah kita-kita ini—yang menikmati hasil dari tanah ini. Itu harga yang wajar.


Keangkuhan dan kerakusan kita-lah yang menyebabkan perang. Kalau nyawa harus dibayar, seharusnya nyawa kita, bukan rakyat tak berdosa yang bahkan tak tahu apa-apa.”


“Ini sama seperti kau sedang naik kereta yang ditarik spiritual beast, lalu melihat enam anak bermain di tengah jalan. Kalau kau banting setir, kau akan menabrak satu anak yang bersembunyi di balik pohon.


Lalu apa pilihanmu?


Kau akan lindas enam anak itu, atau anak yang satu itu?”


“Aku…”


Murong Xue terdiam, lidahnya kelu.


“Biar kubantu jawab.”


Luo Yunhai menyambung tanpa memberi waktu berpikir.

“Kamu hanya melihat angka, dan akan memilih mengorbankan satu anak ‘tak bersalah’ demi menyelamatkan enam yang ceroboh bermain di jalan. Karena jumlahnya lebih banyak, kamu merasa telah berbuat benar.


Tapi di mata Kak Zhuo, keenam anak itu lah yang salah. Mereks bermain di jalan, melanggar aturan dan membahayakan diri sendiri. Merekalah yang harus menanggung konsekuensi, bukan satu anak yang diam di tempat aman.


Itulah bedanya. Itulah yang disebut adil.


“Hal yang sama berlaku di perang ini. Menyeret satu saja rakyat tak bersalah dalam konflik kita—itu baru dosa terbesar.


Sebaliknya, sebanyak apa pun dari kita yang mati di medan perang… itu semua wajar.


Kita yang menolak melepaskan kekuasaan dan kenyamanan. Kita yang memulai pertikaian. Kalau ada yang harus mati, kenapa bukan kita?”


Murong Xue terpaku, tak bisa berkata-kata lagi.


Luo Yunhai menghela napas pelan, namun suaranya tetap tegas.

“Aku tahu Kak Zhuo jauh dari kata ‘suci’. Dia sendiri juga tidak pernah mengaku begitu.


Tapi, di antara para iblis, dia adalah satu-satunya iblis yang masih ku hormati.


Dia tidak pernah menyakiti orang baik dengan sengaja. Iblis melawan iblis, bejat melawan bejat. Di mataku, dia adalah algojo langit yang turun untuk menghukum para pendosa.


Jadi kuminta satu hal:


Kalau kau mau memaki, maki dalam hati.


Tapi jangan sembarangan mencoreng namanya di depan orang-orangku.


‘Kebaikan’ dan ‘keadilan’ versimu itu… terlalu kekanak-kanakan untuk dunia ini.”




[Debat Luo Yunhai vs Murong Xue ini pedes tapi dalem banget—benar-benar merangkum “moralitas versi Zhuo Fan”: kalau kamu main di meja para iblis, jangan sok minta perlakuan malaikat. 😅]

Komentar

Untuk berkomentar, silakan login dengan Google .