Perang besar antar lima wilayah yang dipersiapkan selama lebih dari setahun, ternyata hanya bertahan tak sampai dua minggu. Namun waktu sesingkat itu cukup untuk mengguncang seluruh dunia hingga ke akar-akarnya.
Kerugian pihak empat wilayah sangat luar biasa—mereka memang menang, tapi dengan harga mahal. Tiga perempat kekuatan mereka musnah. Kemenangan terasa seperti kekalahan: saat kesempatan emas muncul untuk menghancurkan Kerajaan Pedang, para pemimpin justru memilih mundur.
Di mata para prajurit yang bertahan hidup, keputusan itu terasa seperti penghianatan. Untuk apa darah tumpah begitu banyak, jika pada akhirnya musuh dibiarkan pulang?
Namun bagi massa yang mudah digiring, alasan seperti “menghindari korban lebih banyak” terdengar cukup. Setidaknya untuk menutup fakta bahwa Invincible Sword bisa saja kembali suatu hari nanti, lebih ganas daripada sebelumnya.
Sebagian kecil perwira sadar betapa buruk masa depan yang menanti, namun mayoritas tentara hanyalah domba—bergerak mengikuti angin. Terlebih kini banyak jabatan kosong setelah perang besar. Tiga wilayah lain pun segera membuka perekrutan besar-besaran.
Di tengah kehancuran, banyak orang sibuk memperebutkan posisi dan keuntungan. Siapa peduli keputusan aneh para tetua yang menghentikan perang saat kemenangan sudah di tangan?
Luo Alliance Bangkit Lebih Cepat dari Semua
Luo Alliance kehilangan banyak anggota, tapi mereka justru tumbuh paling cepat. Rekrutmen dilakukan secara besar-besaran, bahkan menyerap puluhan klan sekaligus.
Melihat orang-orang serakah berebut masuk, Luo Yunhai hanya bisa mendengus:
“Babi-babi… semuanya hanya peduli keuntungan.”
Tapi bagi Leng Wuchang dan Zhuge Changfeng, ini adalah surga. Kekuatan bergulir ke tangan mereka tanpa hambatan berarti. Dan dalam hitungan bulan, Luo Alliance kembali ke level menengah-atas, bahkan melejit mendekati tiga sekte terkuat.
Double Dragon Manor tercengang. Mereka sadar, Zhuo Fan telah menyiapkan fondasi Luo Alliance begitu matang sehingga pada akhirnya mereka akan menjadi pemimpin sembilan sekte.
Yang tak mereka tahu: Luo Yunhai kini punya ambisi baru, dan Double Dragon Manor takkan mampu menghalanginya.
Tiga Wilayah Lain Terpuruk Tanpa Pemimpin
Berbeda dengan barat, wilayah selatan, utara, dan timur terpuruk lebih dalam. Kehilangan pemimpin utama—tiga pemegang Divine Sword—membuat mereka seperti ayam tanpa kepala.
Mereka mencoba menahan para pemimpin agar tak pergi bertapa:
Ouyang Changqing menjadikan situasi itu ladang suap, memanfaatkan seluruh utusan yang datang dengan cara paling menjengkelkan.
Shangguan Qingyan menutup pintu rapat-rapat, menolak semua tamu.
Murong clan panik luar biasa karena Murong Lie dan Murong Xue menghilang.
Ketiga wilayah itu berada di titik terlemah dalam sejarah. Tanpa Divine Sword dan tanpa pemimpin, mereka bahkan tidak sanggup menghadapi sembilan Sword King jika Kerajaan Pedang menyerang kembali.
Mereka meniru barat—merekrut besar-besaran hanya untuk menambal kekurangan. Namun tetap saja rapuh.
Inggris… Perdamaian Seratus Tahun? Atau Perang Tertunda?
Kerajaan Pedang sebenarnya punya peluang emas menghancurkan empat wilayah sekarang. Tapi sumpah Dao Heart Baili Jingwei mengikat: ia telah berjanji tidak menyerang selama seratus tahun.
Bukan karena ia takut.
Tapi karena negara sendiri kini terbakar.
Pemberontakan meledak di mana-mana, dipicu aksi Serene Shores Trading yang diminta Zhuo Fan tepat sebelum perang. Tanpa penjaga wilayah, kerajaan itu runtuh seperti kardus basah—sepertiga kota direbut dalam hitungan hari.
Baili Jingwei sendiri terkejut betapa rapuhnya kerajaan selama ini. Sekarang ia harus:
Menjaga Patriarch yang kritis
Mengendalikan Sword Kings yang bisa memberontak kapan saja
Memadamkan pemberontakan besar-besaran
Ia butuh waktu. Seratus tahun penuh.
Dan para pemimpin empat wilayah, bodohnya, justru merasa telah “memaksa” Baili Jingwei menyerah.
Invincible Sword — Satu Abad Tersisa
Di ibu kota, seorang grandmaster alkimia melapor:
“Patriarch hanya memiliki seratus tahun hidup tersisa…”
Baili Jingwei langsung membunuhnya untuk menjaga rahasia itu. Jika Sword Kings tahu, pemberontakan internal akan terjadi.
Ia berkata dingin:
“Tak ada satu kata pun yang boleh bocor.”
Kerajaan terguncang dari dalam. Namun selama Patriarch masih hidup, semuanya tetap terkendali.
Arah Baru — Perjalanan Ke Puncak
Di sebuah hutan sunyi, wajah Zhuo Fan masih tertutup kain putih. Di sampingnya berdiri:
Qiao’er
Gu Santong muda
Wu Randong
Wu Randong menatap mereka dengan tekad yang membara.
“Mulai sekarang… kita menapaki jalan menuju puncak dunia!”
Sebuah babak baru dimulai.
[Chapter ini benar-benar menunjukkan efek domino perang—empat wilayah kacau-balau, kerajaan Pedang justru kolaps dari dalam, dan Zhuo Fan memulai babak baru menuju Sacred Domain. Dunia makin besar, siap-siap konflik level dewa!]